Penulis Ummu Sasa
Pegiat Literasi
Sektor pariwisata kini tengah menjadi sorotan. Berbagai upaya untuk memajukan sektor pariwisata perlu di apresiasi. Hanya saja, jangan sampai upaya ini mengedepankan aspek keuntungan saja.
Seperti dilansir dari laman bandungraya.net(15/11/2024), pergerakan wisatawan Kabupaten Bandung mencapai 7 juta jiwa lebih pada tahun 2023. Pergerakan wisatawan itu mengalami peningkatan signifikan dari tahun ke tahunnya dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bandung, H. Wawan Ahmad Ridwan, pertumbuhan data pergerakan wisatawan dari 2 juta jiwa pergerakan wisatawan saat Covid 19 naik 4 juta jiwa, kemudian 6 juta jiwa dan sekarang akan mencapai 7 juta jiwa sekian.
Lebih lanjut beliau juga yakin bahwa tingginya pergerakan wisatawan ke Kabupaten Bandung akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pemberdayaan masyarakat.
*Dampak dari Pertumbuhan Sektor Pariwisata*
Kenaikan PAD Kabupaten Bandung dengan menggenjot sektor pariwisata sebetulnya tidaklah signifikan jika dibandingkan dengan dampak yang ditimbulkan.
Pembukaan lahan untuk tempat wisata seringkali berdampak pada kerusakan alam jika dilakukan dengan sembarangan.
Pembangunan villa/tempat wisata yang umumnya di daerah dataran tinggi dan daerah konservasi atau resapan air, membuat potensi bencana akan lebih besar terjadi.
Seperti di wilayah KBU (Kawasan Bandung Utara). Fungsi konservasi KBU semakin berkurang seiring meningkatnya alih fungsi lahan demi kepentingan ekonomi.
Ditambah lagi izin pembangunan yang didominasi pembangunan hotel, perumahan, apartemen dan villa.
Dalam hal pemberdayaan masyarakat, ada bisnis lain yang turut menyebabkan perubahan pada alam yakni menjamurnya izin-izin wisata alam, kafe dan usaha kuliner.
Kegiatan wisata alam dan kuliner seringkali menimbulkan banyak sampah yang tidak dikelola dengan baik, atau bahkan dibuang di anak sungai sehingga menimbulkan pencemaran.
*Pariwisata dalam Kapitalisme*