Oleh Fina Fadilah Siregar
(Aktivis Muslimah)
Indonesia Corruption Watch (ICW) menduga, kebijakan pemberian tunjungan perumahan Anggota DPR Periode 2024-2029 tidak memiliki perencanaan mengingat besarnya pemborosan anggaran atas tunjangan tersebut. Peneliti ICW Seira Tamara mengatakan, total pemborosan anggaran oleh anggota DPR untuk tunjangan perumahan berkisar dari Rp1,36 triliun hingga Rp 2,06 triliun dalam jangka waktu lima tahun ke depan. Karenanya, ia menduga kebijakan tunjangan tersebut hanya untuk memperkaya Anggota DPR.
“ICW menduga bahwa kepentingan tersebut tidak memiliki perencanaan sehingga patut diduga gagasan pemberian tunjangan hanya untuk memperkaya anggota DPR tanpa memikirkan kepentingan publik,” kata Seira dalam keterangan tertulis, Jum’at (11/10/2024). (Kompas).
Seira mengatakan, pemborosan anggaran didapat dengan membandingkan antara pola belanja untuk pengelolaan Rumah Jabatan Anggota (RJA) pada periode 2019-2024 dengan penghitungan tunjangan perumahan bagi anggota DPR selama satu periode. ICW menelusuri belanja pengadaan oleh Sekretariat Jenderal DPR melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
Kemudian menelusuri pengadaan DPR menggunakan sejumlah kata kunci yakni Rumah Jabatan Anggota, RJA, Kalibata, dan Ulujami pada periode 2019-2024. Hasilnya, terdapat 27 paket pengadaan dengan total kontrak senilai Rp374,53 miliar. Dua paket di antaranya dilakukan pada tahun 2024 untuk pemeliharaan mekanikal elektrikal dan plumbing dengan total kontrak sebesar Rp35,8 miliar.
“Hal ini menunjukan bahwa telah ada perencanaan yang dirancang agar anggota DPR dapat menempati RJA,” ujarnya. (Kompas, 11/10/2024).
Di sisi lain, Seira mengatakan, ICW menghitung tunjangan yang nantinya akan didapatkan oleh 580 anggota DPR selama 2024-2029. Berdasarkan penelusuran dari sejumlah media, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR Indra Iskandar menyampaikan bahwa per bulan anggota DPR akan menerima tambahan tunjangan untuk perumahan sekitar Rp50-70 juta.
Kemudian ICW melakukan kalkulasi dengan perkiraan tunjangan Rp 50 juta sampai dengan Rp 70 juta untuk 580 anggota DPR selama 60 bulan atau 5 tahun. Hasilnya, total anggaran yang harus dikeluarkan adalah sebesar Rp1,74 triliun sampai Rp2,43 triliun Apabila ketentuan ini diteruskan, ada pemborosan anggaran sekitar Rp1,36 triliun hingga Rp2,06 triliun dalam jangka waktu lima tahun ke depan.
Seira mengatakan, peralihan pemberian rumah fisik menjadi tunjangan akan menyulitkan pengawasan atas penggunaan tunjangan tersebut. Terlebih, tunjangan tersebut akan ditransfer ke rekening pribadi masing-masing anggota dewan.