Oleh: Lisa Oka Rina
Pemerhati Kebijakan Publik
Terungkap lebih dari 1.000 orang di lembaga Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), terlibat judi online atau daring. Hal tersebut diungkapkan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 26 Juni 2024. Ivan menyebutkan, angka yang dipotret PPATK itu terdiri dari legislator yang duduk di DPR dan DPRD. Begitupun mereka yang bekerja di lingkungan Sekretariat Jenderal DPR maupun DPRD.
Jumlah uang dan transaksi judi daring di lingkungan DPR dan DPRD tersebut, sangat fantastis. Yaitu mencapai lebih dari 63.000 transaksi dengan nominal perputaran hingga hingga Rp 25 miliar. “Ada lebih dari 1.000 orang itu DPR, DPRD, sama Sekretariat Kesekjenan ada. Lalu transaksi yang kami potret itu lebih dari 63.000 transaksi yang dilakukan oleh mereka-mereka itu, dan angka rupiah-nya hampir Rp25 miliar,” ungkapnya. Pemaparan Ivan tersebut disampaikannya saat menanggapi Wakil Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman yang bertanya perihal fenomena judi daring yang makin marak.
Saat itu Habiburokhman meminta agar anggota DPR yang terlibat atau bermain judi online untuk diproses secara kode etik ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.
Menanggapi hal tersebut, Ivan pun mengatakan pihaknya mengantongi detail data-data perorangan dari beragam kluster profesi, termasuk legislator, yang terlibat judi daring dan siap untuk menyerahkannya. (Jabar Pikiran Rakyat.com, 26/6/24)
Wakil Rakyat yang lebih fokus pada judol daripada kondisi rakyat mencerminkan buruknya wakil rakyat dalam sistem demokrasi yang lahir dari kehidupan sekuleris. Nyata begitu lemahnya keimanan, integritas/dedikasi, tidak amanah, bahkan rendahnya kredibilitas mereka. Fakta ini juga jelas menunjukkan keserakahan akibat kapitalisme yang sudah menancap kuat dalam kehidupan saat ini.
Anggota Dewan hari ini lebih banyak melegalisasikan kebijakan dan aturan yang berpihak kepada kepentingan penguasa dan oligarki, namun tidak berpihak pada rakyat banyak. Hal ini menggambarkan adanya perekrutan yang bermasalah karena tidak mengutamakan kredibilitas, dan minim representasi masyarakat.
Dan inilah akibat penerapan sistem kapitalis-demokrasi dalam negeri ini. Kapitalisme yang dijadikan asas dalam kehidupan, selalu berorientasi kepada kepentingan materi dalam standar perbuatan hidup dan definisi tentang kebahagiaan. Kepentingan materi dirinya maupun kelompoknya pasti akan diutamakan ketimpang kepentingan masyarakat.