Anak Gaza Butuh Negara dan Tentara untuk Hentikan Derita
Oleh Sri Rahayu Lesmanawaty (Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Menurut Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), Selasa (24-12-2024), setiap jam, satu anak tewas di Jalur Gaza akibat serangan brutal Israel (beritasatu.com, 25-12-2024). Setidaknya 14.500 anak Palestina telah meninggal dunia dalam serangan entitas Zion*s Yahudi yang terus berlanjut di Jalur Gaza sejak 2023.
Entitas Zion*s Yahudi kian brutal. Mahkamah Pidana Internasional telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap pemimpin entitas Zion*s Yahudi Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanannya, Yoav Gallant. Mereka dituduh telah melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Serangan brutal entitas Zion*s Yahudi bahkan telah melumpuhkan Rumah Sakit Kamal Adwan yang merupakan fasilitas kesehatan utama terakhir di Jalur Gaza utara. Terkait ini, WHO sudah menyerukan agar situasi yang mengerikan itu dihentikan. Sebabnya, laporan awal menunjukkan bahwa beberapa fasilitas penting di RS tersebut rusak parah akibat kebakaran dan penghancuran selama serangan.
Menurut WHO, penghancuran sistem kesehatan secara sistematis di Gaza tidak ubahnya hukuman mati bagi puluhan ribu warga Palestina yang membutuhkan perawatan medis. Serangan-serangan itu telah menghentikan semua upaya dan bantuan yang menunjang fasilitas kesehatan di wilayah perang. UNICEF menyatakan bahwa 2024 merupakan tahun terburuk dalam sejarah bagi anak-anak. Anak-anak Palestina bahkan sudah menderita sejak pendudukan Zion*s pada 1967 dan penderitaan itu telah bertambah sejak Oktober 2023.
Butuh Solusi Pasti
Berbagai seruan internasional untuk menghentikan genosida di Gaza masih saja tidak mempan untuk menghentikan kebrutalan entitas Zion*s Yahudi. PBB tidak hanya bicara selaku organisasi internasional dengan resolusinya, tetapi badan-badan di bawahnya juga merilis data dan pernyataan demi menghentikan serangan entitas Zion*s Yahudi dan dampak buruk yang ditimbulkannya.
Krisis Palestina sudah melebihi batas kemanusiaan dan terkategori genosida. Zion*s Yahudi yang menyerang fasilitas umum seperti sekolah dan rumah sakit membuktikan bahwa mereka tidak hanya menyasar Hamas, tetapi juga membantai warga sipil dengan korban terbesar adalah kalangan perempuan dan anak-anak. Serangan kepada Hamas hanya dalih semata.
Kondisi ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Krisis Palestina harus diakhiri. Gelombang migrasi warga Yahudi ke Palestina bukan migrasi biasa. Pindahnya mereka merupakan eksistensi Zion*s Yahudi. Perampasan dan pengusiran yang Zion*s Yahudi lakukan terhadap warga muslim Palestina dari rumah-rumah mereka, adalah realitas perampasan keji dari meningkatnya jumlah warga Yahudi. Merebut kembali tanah dan rumah warga muslim Palestina dari tangan Yahudi, sudah semestinya diperjusngkan bukan malah menawarkan untuk berbagi tanah dengan penjajah melalui solusi dua negara. Jangan terbodohi terus dengan akal bulus entitas yang jelas telah Allah laknat.
Aktivitas jihad untuk merebut tanah Palestina sangat urgen. Pengiriman bantuan militer dari negeri-negeri muslim, terutama yang lokasinya terdekat seharusnya dilakukan.
Sayang beribu sayang negeri-negeri muslim malah menormalisasi hubungan dengan entitas Zion*s Yahudi. Pengkhianatan atas persaudaraan seakidah dengan warga muslim Palestina telah dinodai.
Sungguh, tanah Palestina adalah tanah kharajiyah. Milik kaum muslim hingga hari kiamat. Tidak layak tanah Palestina dikuasai kafir penjajah.
Tragisnya, para pemimpin negeri muslim menyetujui solusi dua negara bagi Palestina. Kembali, pengkhianatan dimainkan terhadap kewajiban menjaga Palestina sebagai tanah milik kaum muslim.