Opini

Anak Durhaka, Potret Generasi dalam Sekulerisme

345
×

Anak Durhaka, Potret Generasi dalam Sekulerisme

Sebarkan artikel ini
Jihan Fadhilah

Oleh : Jihan Fadhilah S.T.
(Pemerhati Kebijakan Publik)

 

Krisis di negeri ini bertambah lagi. Kali ini perihal maraknya fenomena anak membunuh orang tua kandungnya. Sebagaimana kutipan dari Liputan 6 bahwa viral di media sosial seorang pedagang ditemukan tewas di sebuah toko perabot kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur.

Menurut hasil penyelidikan polisi, pelaku adalah dua anak kandung perempuan korban, yang masing-masing masih berusia 16 dan 17 tahun. Mereka menusuk ayahnya sendiri menggunakan sebilah pisau. Modusnya sakit hati kepada korban karena pelaku dimarahi oleh korban usai kedapatan mencuri uang korban. (liputan6, 23/6/2024)

Mencermati fenomena di atas, sungguh miris karena para pelaku masih berusia remaja. Tindakan mereka yang sampai menghilangkan nyawa orang jelas tindakan kejahatan, apalagi dilakukan kepada orang tua kandungnya.

Tentu tidak berlebihan jika kita menyebut mereka anak durhaka. Dalam legenda Malin Kundang si anak durhaka saja, ia tidak sampai membunuh orang tuanya. Namun, para pelaku pembunuhan tadi justru tidak ubahnya “Malin Kundang” versi modern yang justru jauh lebih sadis.

Gempuran pemikiran begitu deras menyerang keluarga-keluarga di Indonesia. Salah satunya serangan pemikiran sekulerisme yang menjadikan pertimbangan di dalam keluarga bukan halal-haram, melainkan materi sebagai nilai yang tertinggi. Jika salah satu anggota keluarga tidak memberi manfaat maka akan disingkirkan, tak terkecuali orang tuanya sendiri. Tidak ada lagi rasa hormat terhadap orang tua, bahkan anak menjadi durhaka.

Pemicunya karena materi (uang), kerasnya tekanan gaya hidup, ketidakadilan ekonomi serta lemahnya penanaman nilai agama yang menjadikan seseorang kehilangan fitrahnya sebagai manusia. Begitu hebatnya sekulerisme menghancurkan bangunan keluarga.

Masalah utama dalam keluarga disebabkan sekulerisasi keluarga. Pertama, sekulerisme berhasil mengikis pemahaman tentang menjaga kewajiban dan hak antar anggota keluarga. Hal itu disebabkan di tinggalkannya nilai-nilai Islam dalam keluarga.

Kedua, sekulerisme berhasil mencabut fitrah seorang ibu, demi memenuhi kebutuhan keluarga yang semakin tinggi standarnya lalu mencapai kemandirian ekonomi. Para ibu meninggalkan rumah dan mengabaikan peran utamanya sebagai pendidik generasi dan pencetak generasi cemerlang.

Inilah yang menyebabkan generasi durhaka banyak dilahirkan dalam sistem sekuler-liberalisme. Kerapuhan dalam keluarga akibat sekulerisme menjadikan anak-anak sebagai pribadi yang tak beradab dan bergaya hidup bebas, sesuka hatinya bersikap pada siapa pun termasuk orang tuanya. Apalagi dalam sistem ini, orang bebas berbuat, bebas memiliki, bebas beragama dan bebas berpendapat, semua itu dilindungi oleh negara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *