Opini

Aktivasi Peran Gen Z: Menghidupkan Jiwa-Jiwa yang Redup

99

Fadillah Husnah S.Pd

Adalah sebuah paradoks jika kita banyak membicarakan tentang peran penting generasi Z dalam perjuangan politik, namun fakta mengatakan hal yang sebaliknya. Pasalnya, media massa hari ini menggambarkan betapa rapuhnya mental generasi muda yang ditandai dengan maraknya kasus bunuh diri dikalangan mereka. Dalam laman harian Kompas, misalnya, seorang remaja diberitakan bunuh diri di area parkir Metropolitan Mall, Bekasi. Tentu saja itu bukan kasus pertama yang terjadi, setidaknya diwilayah Jabodetabek. Badan organisasi kesehatan dunia juga mencatat, sampai 29 agustus 2024, kasus bunuh diri terbanyak terjadi pada rentang usia 15-29 tahun. Seperti diketahui bahwa generasi Z tahun ini berusia antara 12-27 tahun. Sebagian mereka masih menempuh pendidikan, baik disekolah atau dikampus, ada pula yang mulai mengawali karir atau mungkin menikah.
Masalah yang tidak berkesudahan
Bertumpuknya kasus bunuh diri diruang lingkup pemuda hari ini tentu bukan tanpa sebab. Banyaknya persoalan yang dihadapi generasi Z, seperti UKT yang melambung tinggi, kurangnya lapangan pekerjaan, sistem sosial yang kompetitif bagaikan arus problematika yang tidak kunjung usai. Generasi muda seolah hidup dizaman yang serba sempit ditengah kemajuan teknologi yang meluas. Sungguh mengherankan. Mereka digempur dari berbagai sisi, dalam hal ekonomi, sosial, hingga berdampak pada terganggunya mental. Semua itu merupakan dampak dari sistem demokrasi kapitalisme yang mencekik generasi dan menghalangi mereka untuk menjalankan peran pemuda sebagaimana mestinya.
Demokrasi – Kapitalisme: sistem kehidupan pembuat luka
Jika kita menilik pada akar permasalahan yang lebih dalam, tentu kita akan mendapati sistem kehidupan yang tertanam dalam masyarakat sangat rentan dan cacat. Bagaimana tidak, demokrasi yang pada hakikatnya mencampakkan aturan Tuhan, menjadikan manusia sebagai pembuat hukum, yang pada akhirnya mengakibatkan hilangnya makna keadilan dan terlaksananya fungsi negara sebagai pelindung bagi rakyatnya. Termasuk melindungi generasi muda yang kelak akan menentukan peradaban sebuah negara. Baik melindungi dari sisi individu maupun kolektif. Sementara dari sisi ekonomi, sistem kapitalisme yang menjadikan manfaat sebagai asasnya, menyebabkan para pemuda terjerat oleh gaya hidup yang rusak, mulai dari FOMO (Fear of Missing Out), hedonisme hingga konsumerisme. Belum lagi jebakan pinjaman online yang merebak, yang negara tak mampu untuk mencegahnya bahkan terkesan memfasilitasi.
Padahal, seperti yang telah dikatakan diatas, generasi muda atau dalam hal ini generasi Z, memiliki potensi besar sebagai agen perubahan, termasuk membangun sistem kehidupan yang benar, menggantikan sistem rusak yang selama ini mencekik.
Islam sebagai satu-satunya sistem yang shahih.
Sistem kehidupan Islam, seperti yang telah kita saksikan dalam pentas catatan sejarah telah membuktikan bagaimana sebuah sistem yang benar itu mengatur manusia. 1300 tahun adalah cukup bagi kita untuk membenarkan bahwa sistem yang lahir dari kesadaran manusia akan eksistensi Sang Pencipta yang juga Ialah Sang Pengatur. Islam benar-benar menjaga warga negaranya tidak hanya dalam hal kesejahteraan materi, tetapi juga menjaga mental dan keimanan mereka. Bukan pula hanya bagi kaum muslim, namun kaum yang lain. Karena Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Lalu bagaimana hendak kita bangun sistem kehidupan yang benar itu, jika masih saja sistem demokrasi menghalangi kita? Untuk itu, generasi Z membutuhkan keberadaan partai yang akan membina generasi Z secara shahih dan membentuk mereka dalam kepribadian Islam, yang akan membela Islam dan membangun peradabannya.
Wallahu’alam bishawwab.

Exit mobile version