Opini

Air Minum Kemasan, Salah Satu Faktor Kemiskinan di Indonesia

90

Oleh : Hasna Syarifah, S.Si

Air minum merupakan salah satu kebutuhan utama bagi semua makhluk hidup. Sustainable Development Goals (SDGs) menyatakan bahwa masyarakat harus memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi yang baik. Salah satu tujuan SDGs pada tahun 2030 adalah semua orang dapat memiliki air minum yang layak di pekarangan rumah mereka, air yang dapat diakses saat dibutuhkan, dan air yang memenuhi standar kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah. ​​Akses terhadap air bersih, pengelolaan air berkelanjutan, dan sanitasi merupakan target prioritas yang harus dicapai, terutama di negara-negara berkembang dan terbelakang, sebagaimana tercermin dalam tujuan SDG yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Namun, berdasarkan hasil survei terkini oleh Program Pemantauan Bersama WHO/Unicef, sekitar 2 miliar orang di seluruh dunia masih belum memiliki akses terhadap air minum yang aman.

World Resources Institute (WRI) dalam hal sumber daya air tawar yang dimiliki masing-masing negara di dunia, Indonesia berada pada peringkat ke 51 dengan tingkat risiko krisis yang tinggi (Peluang 40-80% tinggi). Selain itu, fenomena kelangkaan air di Indonesia, setiap harinya semakin sering terjadi. Berdasarkan laporan Water Environment Partnership in Asia (WEPA), Indonesia merupakan negara yang memiliki 6% potensi air dunia. Akan tetapi, kebutuhan penduduk Indonesia belum tercukupi akan air. Pada kenyataannya, kelangkaan air masih saja terjadi di Indonesia. Selain itu, kebutuhan air yang aman untuk dikonsumsi pun semakin meningkat.

Mengingat keterbatasan kuantitas dan kualitas sumber air rumah tangga, maka air minum dalam kemasan merupakan salah satu pilihan untuk memenuhi kebutuhan air minum yang berkualitas. Akibatnya konsumsi air minum dalam kemasan meningkat secara signifikan di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. Namun masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah cenderung mengonsumsi air apa adanya tanpa memerhatikan aspek kesehatan. Kenyataan yang sulit ini tentu memiliki alasan. Untuk mendapatkan air bersih dan sehat yang bebas dari mikroorganisme, terutama parasit dan patogen, diperlukan biaya yang cukup besar. Seringkali, masyarakat tidak memiliki alternatif lain selain menggunakan air yang tersedia, meskipun tidak memenuhi standar untuk konsumsi.

Krisis air ini disebabkan oleh pengelolaan yang bersifat liberal. Air dianggap sebagai barang ekonomi yang dapat diperdagangkan. Pengelolaan air diserahkan kepada pihak swasta, memungkinkan perusahaan-perusahaan swasta untuk menguasai sumber daya air. Di sisi lain, pemerintah membiarkan deforestasi berlangsung secara besar-besaran, yang merusak sumber daya air. Perusahaan-perusahaan pemegang izin pengelolaan hutan bebas menebang hutan, mengganggu ekosistem yang sangat penting bagi keberlanjutan ketersediaan air.

Exit mobile version