Oleh: Nida Aprida
Aborsi adalah isu kontroversial yang selalu memicu perdebatan hangat di berbagai kalangan, baik secara sosial, hukum, maupun agama. Dalam beberapa tahun terakhir, meningkatnya angka aborsi di Indonesia telah menimbulkan keprihatinan, khususnya di kalangan remaja. Fenomena ini dipicu oleh berbagai faktor, termasuk perilaku seks bebas, rendahnya edukasi agama, edukasi kesehatan reproduksi, dan kurangnya akses terhadap alat kontrasepsi yang memadai. Banyak kehamilan yang tidak diinginkan, terutama di kalangan remaja, berakhir dengan aborsi sebagai solusi cepat, meskipun seringkali dilakukan secara tidak aman.
Maraknya aborsi dalam sistem sekuler dan kapitalis sering dikaitkan dengan pendekatan yang mengedepankan kebebasan individu serta kepentingan ekonomi. Sistem sekuler, yang memisahkan agama dari kehidupan, memungkinkan kebijakan aborsi menjadi lebih longgar, dengan fokus pada hak asasi manusia dan kebebasan perempuan untuk mengontrol tubuh mereka. Dalam konteks ini, aborsi dipandang sebagai pilihan pribadi, bukan sebagai isu moral atau religius. Ini memberikan ruang yang lebih besar bagi individu untuk membuat keputusan tanpa intervensi dari nilai-nilai agama, yang sering kali melarang aborsi dengan tegas.
Di sisi lain, sistem kapitalis menekankan individualisme dan efisiensi ekonomi yang dapat memengaruhi keputusan mengenai aborsi. Dalam masyarakat kapitalis, beban ekonomi dan tuntutan pekerjaan sering kali membuat perempuan merasa tidak siap untuk membesarkan anak, sehingga aborsi menjadi pilihan yang lebih pragmatis. Kehamilan yang tidak diinginkan dapat dianggap sebagai hambatan bagi produktivitas dan stabilitas ekonomi, baik pada tingkat individu maupun sosial. Sistem kapitalis cenderung memperlakukan isu-isu reproduksi sebagai masalah pribadi, yang berarti perempuan yang tidak siap secara finansial atau emosional mungkin merasa terdorong untuk melakukan aborsi demi menyesuaikan diri dengan tuntutan ekonomi yang ada.
Namun, kombinasi antara sekulerisme dan kapitalisme ini sering dikritik karena dianggap mengabaikan aspek sosial, moral, dan spiritual dari kehidupan. Dalam lingkungan di mana kebebasan pribadi dan efisiensi ekonomi sangat diutamakan, aborsi dapat dilihat sebagai solusi mudah untuk masalah kehamilan yang tidak diinginkan, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap kesehatan mental dan sosial perempuan. Tekanan untuk tetap produktif di bawah sistem kapitalis dan kebebasan yang terlalu luas dalam sistem sekuler bisa menciptakan lingkungan di mana aborsi menjadi semakin marak.
Ideologi islam dalam menghadapi fenomena ini, Islam mengharamkan pergaulan bebas (zina) dan aborsi karena kedua tindakan ini bertentangan dengan prinsip menjaga kehormatan dan kehidupan yang dijunjung tinggi dalam syariat. Dalam upaya mencegah terjadinya pergaulan bebas dan aborsi, negara yang menerapkan hukum Islam akan mengambil langkah-langkah sistematis untuk menutup semua celah yang memungkinkan kedua perilaku tersebut terjadi.
Salah satu cara yang paling mendasar adalah dengan menerapkan sistem pergaulan yang Islami, di mana batasan interaksi antara laki-laki dan perempuan diatur dengan jelas, untuk menjaga kehormatan dan menghindari terjadinya zina. Dalam sistem ini, hubungan antara laki- laki dan perempuan yang bukan mahram diatur dengan ketat, dan segala bentuk aktivitas yang dapat mendekati zina, seperti pergaulan bebas, akan dicegah.
Selain itu, pendidikan berbasis akidah Islam sangat penting. Dengan penerapan kurikulum yang berlandaskan ajaran Islam, generasi muda dididik untuk memahami nilai-nilai Islam secara mendalam, termasuk pentingnya menjaga kehormatan diri dan menjauhi pergaulan bebas. Kurikulum ini juga akan membekali mereka dengan pengetahuan mengenai dampak negatif zina dan aborsi, baik dari perspektif agama maupun kesehatan.