Oleh: Yuli Farida
(Aktivis Dakwah Kampus Jambi )
Memasuki pekan kedua Januari 2025, hujan dengan intensitas ringan hingga tinggi terus mendominasi sebagian besar wilayah Indonesia. Kondisi cuaca ini menyebabkan berbagai bencana hidrometeorologi basah, seperti banjir dan tanah longsor.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan bencana hidrometeorologi terjadi di sejumlah wilayah Indonesia, mulai dari Sumatera hingga Nusa Tenggara Barat (NTB).
Di Pulau Sumatera, hujan deras mengakibatkan banjir yang meluas ke berbagai wilayah. Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, menjadi salah satu daerah yang terdampak cukup parah.
Meski banjir mulai surut, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat terus memantau situasi di lokasi. Mengingat cuaca yang masih mendung dan potensi hujan lanjutan.
BPBD mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap kemungkinan banjir susulan.
Sementara itu, di Provinsi Riau tepatnya Kecamatan Tenayan Raya, Kota Pekanbaru, banjir terjadi akibat pasang surut air laut yang menyebabkan Sungai Siak meluap.
BPBD Pekanbaru juga terus melakukan monitoring di lokasi menggunakan perahu fiber untuk memastikan keamanan warga.
Di Kabupaten Pesisir Barat, Lampung, curah hujan tinggi menyebabkan Sungai Way Laay meluap dan menggenangi 50 rumah warga. Meski banjir di wilayah ini telah surut, aliran listrik masih terganggu, dan BPBD setempat terus berkoordinasi untuk memperbaiki kondisi di lapangan.
Di Pulau Jawa, beberapa daerah mengalami bencana banjir, longsor, dan angin kencang. Di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, banjir bandang melanda Kecamatan Cipari dengan ketinggian air mencapai 50 sentimeter. ( CNNIndonesia.com 11/01/2025 ).
Bencana alam memiliki dampak yang sangat luas mencakup aspek kehidupan manusia, lingkungan, sosial, dan ekonomi. Kerusakan bangunan, gangguan layanan publik, dan hilangnya aksesibilitas merupakan bagian dari dampak fisik dan infrastruktur. Secara sosial, keberadaan korban jiwa dan cedera, pengungsian, trauma, dan ketegangan sosial dapat terjadi akibat bencana. Hancurnya infrastruktur ekonomi, hilangnya mata pencarian, biaya rehabilitasi yang harus dikeluarkan untuk pemulihan, menjadi dampak ekonomi yang tidak bisa dihindari dari bencana alam.
Selain itu, dampak terhadap lingkungan, kesehatan, psikologis, dan politik juga dapat menjadi dampak turunan dari terjadinya bencana. Kerugian ekonomi dan sosial tidak terhitung besarnya, terutama jika dampak bencana sebelumnya belum pulih seutuhnya. Kejadian-kejadian bencana alam ini, menekankan pentingnya kesiapsiagaan dan mitigasi bencana di Indonesia dengan kondisi alam yang rentan terhadap berbagai jenis bencana alam.
--
Memahami Mitigasi Bencana
--
Mitigasi bencana adalah serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mengurangi risiko dan dampak negatif dari bencana terhadap manusia, lingkungan, dan aset. Mitigasi dilakukan sebelum bencana terjadi sebagai upaya preventif untuk meminimalkan kerugian.
Tujuan pelaksanaan mitigasi bencana adalah untuk mengurangi kerugian jiwa dan harta, meningkatkan ketahanan masyarakat, mengurangi dampak lingkungan, dan mengurangi beban pemulihan. Penerapan mitigasi bencana akan berkaitan dengan berbagai strategi secara struktural maupun nonstruktural, serta melibatkan upaya perencanaan, edukasi, penggunaan teknologi, dan kolaborasi berbagai pihak yang terlibat.
Tindakan mitigasi struktural berkaitan dengan penggunaan infrastruktur fisik dan teknologi untuk mengurangi dampak bencana. Beberapa contoh mitigasi struktural adalah pendirian bangunan tahan gempa untuk daerah berisiko bencana alam, pembangunan tanggul, bendungan untuk mengurangi risiko banjir, penanaman bakau sebagai pelindung alami dan abrasi pantai.
Adapun tindakan mitigasi nonstruktural berfokus pada kebijakan, edukasi, dan perencanaan kegiatan yang mendukung pengurangan risiko bencana. Contohnya, penetapan zonasi yang aman untuk beraktivitas, upaya pengelolaan lingkungan, dan peningkatan kesadaran masyarakat melalui pelatihan dan pendidikan.
Dari sisi regulasi, Indonesia sebenarnya sudah memiliki banyak peraturan terkait mitigasi bencana. Berikut adalah daftar regulasi yang berkaitan dengan mitigasi bencana.
Pertama, UU 24/2007 tentang penanggulangan bencana yang menegaskan tentang BNPB sebagai koordinator penanganan bencana di tingkat nasional, serta BPBD di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Kedua, PP 21/2008 tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana yang mewajibkan penyusunan rencana penanggulangan bencana oleh pemda.
Ketiga, UU 26/2007 tentang penataan ruang yang mengintegrasikan mitigasi bencana ke dalam tata ruang wilayah, serta mengatur pembangunan di zona rawan bencana, tsunami, dan tanah longsor.
Keempat, Permendagri 33/2006 tentang pedoman umum mitigasi bencana.
Berdasarkan sekian daftar regulasi yang telah dimiliki Indonesia, rasanya cukup komprehensif untuk mendukung mitigasi bencana. Namun, mengapa kejadian bencana yang sama selalu berulang setiap tahun? Contohnya, bencana kebakaran hutan yang hampir setiap tahun terjadi di Sumatra maupun Kalimantan. Demikian pula bencana hidrometeorologi yang hampir setiap tahun terjadi di seluruh Indonesia.
Dalam QS Ar-Rum [30]: 41 Allah Swt. berfirman, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia agar Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, supaya mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Abu al-’Aliyah dalam Tafsir Ibnu Katsir menyatakan, “Siapa saja yang bermaksiat kepada Allah di bumi maka sungguh ia telah merusak bumi. Sungguhnya kebaikan bumi dan langit adalah dengan ketaatan.”
Bencana alam yang terjadi seperti bencana hidrometeorologi (kekeringan, banjir, tanah longsor, dan angin puting beliung) sering kali memiliki hubungan kausalitas yang erat dengan aktivitas manusia yang merusak lingkungan. Bencana banjir dan longsor distimulasi oleh aktivitas penggundulan hutan yang mengurangi kemampuan tanah menyerap air hujan sehingga aliran permukaan meningkat. Tanah yang kehilangan akar pohon juga menjadi tidak stabil dan mudah longsor. Sedangkan kekeringan dapat terjadi karena hutan yang berperan menjaga siklus air melalui transpirasi hilang (deforestasi) sehingga memperburuk kejadian kekeringan.
Di Indonesia, pembukaan hutan untuk pembukaan lahan perkebunan, tambang, maupun permukiman sering menjadi penyebab utama banjir besar di daerah aliran sungai. Munculnya cuaca ekstrem seperti saat ini selain terkait perubahan iklim, juga karena aktivitas manusia yang berlebihan dalam penggunaan bahan bakar fosil. Ditambah terakumulasi dengan deforestasi yang meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, memicu pemanasan global yang memperparah intensitas hujan, badai, dan musim kering.
Banjir rob di wilayah pesisir pun dapat terjadi karena kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim menyebabkan pencairan es di kutub. Dalam satu dekade terakhir, fenomena cuaca ekstrem (badai tropis ataupun curah hujan ekstrem) makin sering terjadi akibat perubahan iklim global di seluruh dunia.
Eksploitasi SDA yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan dan kegagalan pengelolaan lingkungan juga dapat memicu bencana alam. Kekeringan juga bisa terjadi karena masifnya eksploitasi air tanah untuk keperluan industri atau perkebunan, menyebabkan berkurangnya sumber air. Contohnya, aktivitas tambang ilegal dapat memicu banjir bandang yang menghancurkan ekosistem lokal.
Berkaca dari berbagai kasus bencana yang terjadi, mitigasi bencana menjadi suatu kewajiban bagi negara untuk mempersiapkan masyarakat, sumber daya yang dibutuhkan, dan kelembagaan yang dibangun berdasarkan karakteristik sumber dan jenis bencana yang akan dimitigasi.
--
Pandangan Islam tentang Pengelolaan Mitigasi Bencana
--
Islam memandang pengelolaan mitigasi bencana sebagai bagian dari tanggung jawab manusia terhadap alam dan makhluk lainnya. Dalam Islam, mitigasi bencana memiliki dasar pada prinsip-prinsip syariat yang bertujuan untuk menjaga keberlanjutan kehidupan dan keseimbangan di bumi.
Pertama, mitigasi bencana adalah amanah dari Allah Taala.
Allah Swt. memberikan amanah pada manusia untuk menjadi khalifah di bumi (lihat QS Al-Baqarah ayat 30). Manusia berkewajiban mengelola bumi dengan baik, termasuk mencegah kerusakan yang dapat memperbesar risiko bencana. Dengan demikian, mitigasi bencana menjadi bagian dari tanggung jawab untuk menjaga kelestarian alam dan keseimbangan ekosistem.
Kedua, larangan merusak bumi.
Mengingat beberapa bencana alam dapat bersumber dari aktivitas manusia, maka mitigasi bencana perlu dilaksanakan dalam konteks pengelolaan lingkungan melalui upaya pencegahan atau memperbaiki kerusakan yang dapat memicu bencana, seperti banjir akibat deforestasi ataupun pencemaran air.
Islam melarang segala bentuk kerusakan (fasad) di muka bumi. Dalam QS Ar-Rum ayat 41 Allah Swt. berfirman, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Ketiga, prinsip hifz al-nafs (menjaga jiwa).
Salah satu tujuan utama syariat (maqasid syariah) adalah menjaga nyawa manusia. Dengan demikian, mitigasi bencana dengan menyediakan infrastruktur yang aman dan layak, membangun sistem peringatan dini, dan melatih masyarakat, menjadi kewajiban negara karena bertujuan untuk melindungi manusia dari risiko kematian atau kerugian akibat bencana.
Keempat, meningkatkan kesiapsiagaan dan ikhtiar.
Mitigasi bencana merupakan upaya pencegahan yang dapat melibatkan teknologi untuk mendeteksi potensi bencana. Ikhtiar di dalam Islam bersifat wajib untuk menghadapi segala kemungkinan. Rasulullah saw. bersabda, “Ikatlah untamu, kemudian bertawakkallah kepada Allah.” (HR Tirmidzi).
Kelima, prinsip kemaslahatan (maslahat).
Islam mengutamakan tindakan yang memberikan manfaat bagi banyak orang dan menghindarkan mudarat (bahaya). Mitigasi bencana bertujuan menciptakan kemaslahatan melalui perlindungan lingkungan sumber daya alam, mengurangi risiko bencana yang merugikan masyarakat, dan menjamin keberlangsungan kehidupan generasi mendatang.
Keenam, solidaritas sosial dan kepedulian.
Mitigasi bencana membutuhkan peran kolektif dan solidaritas. Warga negara harus diajarkan untuk saling membantu dalam menghadapi kesulitan. Hal ini sesuai dengan QS Al-Maidah ayat 2, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”
Ketujuh, menjaga keseimbangan alam (mizan).
Penjagaan keseimbangan alam ini dalam konteks mencegah aktivitas merusak lingkungan, melestarikan hutan, sumber air, dan ekosistem lainnya. Allah Swt. menciptakan alam dengan keseimbangan yang sempurna (lihat QS Ar-Rahman: 7-8). Manusia diperintahkan untuk tidak melanggar keseimbangan ini.
Kedelapan, edukasi dan peningkatan kesadaran.
Masyarakat haruslah diberikan pemahaman tentang bahaya bencana, cara pencegahan, dan tindakan penyelamatan sebagai bagian dari kewajiban menjaga nyawa. Syariat Islam mendorong umatnya untuk mencari ilmu dan memahami tanda-tanda alam. Dalam QS Az-Zumar ayat 9, Allah Swt. berfirman, “Katakanlah, ‘Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’”
Kesembilan, pemanfaatan teknologi dan ilmu pengetahuan.
Islam mendorong penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan umat. Beberapa aplikasi sistem peringatan dini, membangun infrastruktur tahan gempa, maupun pemetaan risiko bencana dalam perencanaan wilayah merupakan hal yang penting dilakukan dalam mitigasi bencana.
Kesepuluh, peran negara dalam sistem Islam.
Pemerintah melalui institusi negara berkewajiban melindungi rakyatnya. Hal ini melalui pembuatan kebijakan dan penyediaan infrastruktur serta melakukan pengelolaan dana untuk kepentingan mitigasi bencana, bantuan korban, dan pembangunan kembali infrastruktur dan pemukiman masyarakat pascabencana. Dalam pembiayaan tersebut, tidak boleh bergantung pada investasi asing sehingga terhindar dari penjajahan negara luar.
Sebaliknya, paradigma pembangunan yang sekuler kapitalistik dan berorientasi pada kepentingan investor telah membuktikan bahwa perilaku dan kebijakan penguasalah yang menjadi penyebab munculnya bencana (seperti bencana hidrometeorologi) yang sering terjadi. Kasus banjir akibat penggundulan hutan dan alih fungsi lahan untuk kepentingan investasi menjadi bukti penerapan kebijakan kapitalistik. Upaya mitigasi bencana akan sulit diterapkan karena akan bertolak belakang dengan kepentingan investor. Parahnya lagi, terdapat banyak tindakan melanggar aturan melakukan pembukaan lahan padahal izin lingkungan belum keluar. Hal ini dapat terjadi karena kolusi antara pemilik modal dan pejabat yang berkuasa.
Islam sebagai akidah akliah memiliki regulasi tersendiri tentang pembiayaan ekonomi negara tanpa bergantung pada investasi asing sehingga terhindar dari penjajahan negara luar melalui skema investasi.
Pada masa peradaban Islam, upaya mitigasi bencana pernah diterapkan, salah satunya adalah mitigasi terhadap bencana gempa bumi. Mengutip pendapat pakar geospasial Prof. Dr. Ing. Fahmi Amhar, misalnya pada era Kekhalifahan Turki, untuk mengantisipasi gempa, yang dilakukan adalah membangun gedung-gedung tahan gempa.
Sinan, seorang arsitek yang dibayar Sultan Ahmed untuk membangun masjidnya yang berseberangan dengan Aya Sofia, membangun masjid itu dengan konstruksi beton bertulang yang sangat kokoh dan pola-pola lengkung berjenjang yang dapat membagi dan menyalurkan beban secara merata.
Masjid itu—dan juga masjid-masjid lainnya—diletakkan pada tanah-tanah yang menurut penelitiannya pada saat itu cukup stabil. Gempa-gempa besar di atas 8 SR yang terjadi pada kemudian hari terbukti tidak menimbulkan dampak serius pada masjid itu, sekalipun banyak gedung modern di Istanbul yang justru roboh. Jadi, bencana-bencana alam selalu diantisipasi terlebih dahulu dengan ikhtiar.
Contoh lainnya adalah penguasa dalam Khilafah menaruh perhatian yang besar agar tersedia fasilitas umum yang mampu melindungi rakyat dari berbagai jenis bencana. Mereka membayar para insinyur untuk membuat alat dan metode peringatan dini, mendirikan bangunan tahan bencana, membangun bungker cadangan logistik, hingga menyiapkan masyarakat untuk selalu tanggap darurat.
Selain itu, aktivitas jihad adalah cara yang efektif agar masyarakat selalu siap menghadapi situasi terburuk sekalipun. Mereka tahu cara mengevakuasi diri dengan cepat, menyiapkan barang-barang yang vital selama evakuasi, mengurus jenazah yang bertebaran, dan merehabilitasi diri pascakondisi darurat.
Peran sistem negara dan tata kelola yang baik sangat penting dalam mitigasi bencana karena pemerintah memiliki otoritas, sumber daya, dan tanggung jawab untuk melindungi masyarakat serta memastikan keberlanjutan pembangunan. Tatkala pemerintah diatur oleh investor, mitigasi bencana tidak akan sepenuhnya tercapai dan masyarakatlah yang justru menjadi korban.
Merujuk pada syariat Islam, kerakusan investor akan sumber daya alam dapat dihentikan dan sumber daya sepenuhnya dikelola oleh negara untuk kemakmuran masyarakat. Syariat dan Khilafah bukan hanya kewajiban, melainkan kebutuhan mendesak bagi umat manusia hari ini.
Sungguh, Islam adalah solusi seluruh problem kehidupan, sekaligus jalan keselamatan. Tidak hanya menyelamatkan mereka dari bencana di dunia, tetapi juga bencana yang lebih berat di akhirat kelak. Wallahualam bissawab.
COMMENTS